
Wahabi telah mendompleng kemuliaan kaum salaf, kaum yang diberi kemuliaan dengan kebersamaan dengan Rasulullah Saw serta kebersamaan dengan para sahabat Nabi Saw yang mulia. Setelah tidak bisa lagi dengan terang-terangan menampakkan ke-Wahabi-an mereka, mereka memilih topeng. Dengan begitu, Wahabi takfiri berlindung di balik nama kelompok yang dihormati oleh seluruh kaum muslimin. Masalahnya kemudian, karena mereka memang sejak lahirnya adalah takfiri, mereka tetap tak bisa sembunyi. Sepandai-pandai tupai sembunyi, akhirnya kelihatan juga [lppimakassar.net]
Dulu kaum wahabi sangat hobi bilang bid’ah dan syirik. Mereka dalam pembicaraannya, baikl dalam khotbah-khotbah Jum’at atau di forum-forum resmi atau dalam percakapan keseharian mereka ujung-ujungnya selalu menuduh kaum muslimin selain golongannya sebagai ahlul bid’ah, sesat dan musyrik.
Tahlilan, Yasinan, do’a selamatan divonis bid’ah sesat dan masuk neraka. Ziarah kubur, tawassul, istighotsah dan tabarruk divonis sebagai amalan syirik, sehingga kaum muslimin selain golongannya yang melakukan ziarah kubur disebut kuburiyun, dan yang bertawassul, bertabarruk, dan beristighotsah disebutnya musyrikun.
Kemudian ustadz-ustadz Aswaja (yang merasa dituduh atau difitnah) tampil memberikan klarifikasi atas tuduhan-tuduhan keliru mereka, dengan cara mengajak dialog terbuka atau mudzakaroh terbuka. Di sinilah para ustadz Aswaja dengan elegan mengemukakan dalil-dalil shahih untuk membantah vonis-vonis keliru sehingga berefek fitnah.
Para Ustadz Aswaja tampil unggul dalam hujjah sehingga para ustadz Wahabi selalu tergagap-gagap dalam menanggapi dalil-dalil yang dikemukakan Aswaja. Sederet nama ustadz Aswaja itu antara lain, Ustadz Muhammad Idrus Ramli, Buya Yahya, Tengku Zulkarnaen dan masih banyak lagi yang tidak terkenal.
Semenjak selalu kalahnya mereka dalam beradu hujjah, akhirnya mereka bisa dikatakan tidak berani lagi berdialog tentang persoalan isu-isu Bid’ah dan Syirik. Bisa dikatakan Wahabi itu sudah kalah dalil, tetapi kelihatannya mereka tidak mau sadar atas kekeliruannya. Dan sekarang rupanya mereka justru menjadi rajin mencari kambing hitam. Lalu siapa kambing hitamnya? Tidak lain adalah SYI’AH!
Misalnya kasus di Mesir, kini di sana jika ada seseorang yang tidak mendukung Presiden Mursi maka disebutnya sebagai Syi’ah. Jadi berapa juta kaum Syi’ah di Mesir, apakah 22 juta sejumlah rakyat yang turun di jalan-jalan di seluruh Mesir menuntut lengsernya presiden Mursi? Padahal Mayoritas rakyat Mesir adalah Aswaja, Syi’ah hanya kaum super minoritas sebagaimana halnya di Indonesia di mana kaum Syi’ah adalah kaum yang super minoritas tetapi dibesar-besarkan oleh kaum Wahabi.
Kasus di Suriah, Jika ada orang-orang yang tidak mendukung FSA di Suriah maka disebutnya Syi’ah yang darahnya halal. Padahal rakyat Suriah mayoritas adalah Aswaja. Sebagai buktinya kalau rakyat Suriah adalah Aswaja bisa di lihat siapa yang menjabat mufti agung Suriah. Mereka bertuturut-turut adalah ulama-ulama Aswaja (Sunni), seperti Syaikh Al Buti, Syaikh Ahmad Hassun sebagai pengganti Al Buti yang gugur syahid dibom bunuh diri dalam masjid al Iman Damaskus saat mememberikan pelajaran agama?.
Jika anda memberitakan berita yang sebenarnya terjadi di Suriah, dimana beritanya otomatis merugikan FSA, maka sang penyampai berita pasti akan dituduh sebagai Syi’ah. Intinya, jika kita tidak mendukung Wahabi maka langsung dituduh sebagai Syi’ah. Seakan ini sudah menjadi rumus pasti.
Padahal selain Wahabi dan Syi’ah masih ada satu lagi yaitu Aswaja. Di antara ketiga golongan ini tentunya punya kemiripan dalam ajarannya antara satu dan lainnya, karena ajarannya sama-sama bersumber dari dari satu sumber, yaitu Islam. Ajaran aswaja (Sunni) ada miripnya dengan Wahabi dan Syi’ah dan sebaliknya. Tetapi kenapa Wahabi membuat isu seakan-akan di dunia ini cuma ada Wahabi dan syi’ah? Kenapa di hadapan kaum Syi’ah, Wahabi selalu memakai nama Sunni?
Sumber dari Islam Institute, diakses tanggal 23 Januari 2014 jam 16.00
Tahlilan, Yasinan, do’a selamatan divonis bid’ah sesat dan masuk neraka. Ziarah kubur, tawassul, istighotsah dan tabarruk divonis sebagai amalan syirik, sehingga kaum muslimin selain golongannya yang melakukan ziarah kubur disebut kuburiyun, dan yang bertawassul, bertabarruk, dan beristighotsah disebutnya musyrikun.
Kemudian ustadz-ustadz Aswaja (yang merasa dituduh atau difitnah) tampil memberikan klarifikasi atas tuduhan-tuduhan keliru mereka, dengan cara mengajak dialog terbuka atau mudzakaroh terbuka. Di sinilah para ustadz Aswaja dengan elegan mengemukakan dalil-dalil shahih untuk membantah vonis-vonis keliru sehingga berefek fitnah.
Para Ustadz Aswaja tampil unggul dalam hujjah sehingga para ustadz Wahabi selalu tergagap-gagap dalam menanggapi dalil-dalil yang dikemukakan Aswaja. Sederet nama ustadz Aswaja itu antara lain, Ustadz Muhammad Idrus Ramli, Buya Yahya, Tengku Zulkarnaen dan masih banyak lagi yang tidak terkenal.
Semenjak selalu kalahnya mereka dalam beradu hujjah, akhirnya mereka bisa dikatakan tidak berani lagi berdialog tentang persoalan isu-isu Bid’ah dan Syirik. Bisa dikatakan Wahabi itu sudah kalah dalil, tetapi kelihatannya mereka tidak mau sadar atas kekeliruannya. Dan sekarang rupanya mereka justru menjadi rajin mencari kambing hitam. Lalu siapa kambing hitamnya? Tidak lain adalah SYI’AH!
Misalnya kasus di Mesir, kini di sana jika ada seseorang yang tidak mendukung Presiden Mursi maka disebutnya sebagai Syi’ah. Jadi berapa juta kaum Syi’ah di Mesir, apakah 22 juta sejumlah rakyat yang turun di jalan-jalan di seluruh Mesir menuntut lengsernya presiden Mursi? Padahal Mayoritas rakyat Mesir adalah Aswaja, Syi’ah hanya kaum super minoritas sebagaimana halnya di Indonesia di mana kaum Syi’ah adalah kaum yang super minoritas tetapi dibesar-besarkan oleh kaum Wahabi.
Kasus di Suriah, Jika ada orang-orang yang tidak mendukung FSA di Suriah maka disebutnya Syi’ah yang darahnya halal. Padahal rakyat Suriah mayoritas adalah Aswaja. Sebagai buktinya kalau rakyat Suriah adalah Aswaja bisa di lihat siapa yang menjabat mufti agung Suriah. Mereka bertuturut-turut adalah ulama-ulama Aswaja (Sunni), seperti Syaikh Al Buti, Syaikh Ahmad Hassun sebagai pengganti Al Buti yang gugur syahid dibom bunuh diri dalam masjid al Iman Damaskus saat mememberikan pelajaran agama?.
Jika anda memberitakan berita yang sebenarnya terjadi di Suriah, dimana beritanya otomatis merugikan FSA, maka sang penyampai berita pasti akan dituduh sebagai Syi’ah. Intinya, jika kita tidak mendukung Wahabi maka langsung dituduh sebagai Syi’ah. Seakan ini sudah menjadi rumus pasti.
Padahal selain Wahabi dan Syi’ah masih ada satu lagi yaitu Aswaja. Di antara ketiga golongan ini tentunya punya kemiripan dalam ajarannya antara satu dan lainnya, karena ajarannya sama-sama bersumber dari dari satu sumber, yaitu Islam. Ajaran aswaja (Sunni) ada miripnya dengan Wahabi dan Syi’ah dan sebaliknya. Tetapi kenapa Wahabi membuat isu seakan-akan di dunia ini cuma ada Wahabi dan syi’ah? Kenapa di hadapan kaum Syi’ah, Wahabi selalu memakai nama Sunni?
Sumber dari Islam Institute, diakses tanggal 23 Januari 2014 jam 16.00